_مِرَاةُالحَافِظَةُ_
_Salamah Bin Al-Akwa’_
(Pahlawan Pasukan Jalan Kaki)
(Pahlawan Pasukan Jalan Kaki)
Putranya
Iyas ingin menyimpulkan keutamaan bapaknya dalam suatu kalimat singkat,
katanya:
“Bapakku tak pernah berdusta”, memang untuk mendapatkan kedudukan tinggi diantara orang-orang shaleh-shaleh dan budiman, cukuplah bagi seseorang dengan memiliki sifat-sifat ini. Dan Slamah bi Al-akwa’telah memilikinya, suatu hal yang memang wajar baginya.
“Bapakku tak pernah berdusta”, memang untuk mendapatkan kedudukan tinggi diantara orang-orang shaleh-shaleh dan budiman, cukuplah bagi seseorang dengan memiliki sifat-sifat ini. Dan Slamah bi Al-akwa’telah memilikinya, suatu hal yang memang wajar baginya.
Salamah
salah seorang pemanah bangsa Arab yang terkemuka, juga terbilang tokoh yang
berani, dermawan dan gemar berbuat kebajikan, dan ketika ia menyerahkan dirinya
menganut Agama Islam, diserahkannya secara benar dan sepenuh hati, hingga ditempalah
oleh Agama itu sesuai dengan coraknya yang agung.
Salamah
bin al-akwa’ termasuk pula tokoh-tokoh Bai’atur Ridwan.
Ketika
pada tahun 6 H. Rasululloh saw. bersama para shahabat berangkat dari Madinah
dengan maksud hendak berziarah ke Ka’bah tetapi dihalangi oleh orang-orang
Quraisy, maka Rasululloh saw. mengutus Utsman bin ‘Affan untuk menyampaikan
kepada mereka bahwa tujuan kunjungannya hanyalah untuk berziarah dan
sekali-sekali bukan untuk berperang.
Sementara
menunggu kembalinya Utsman, tersiar berita bahwa ia telah dibunuh oleh
orang-orang Quraisy.Rasululloh saw. lalu duduk dibawah naungan sebatang pohon
m,enerima bai’at sehidup emati dari shahabatnya seorang demi seorang.
Berceritalah Salamah:
“Aku mengatakan bai’at kepada Rasululloh saw. di bawah pohon, dengan pernyataan menyerahkan jiwa ragaku untuk Islam, lalu aku mundur dari tempat itu. Tatkala mereka tidak berapa banyak lagi, Rasululloh saw. bertanya:
“Hai Salamah, kenapa kamu tidak ikut bai’at?”
”Aku telah bai’at, wahai Rasululloh saw.”, ujarku.
“Ulanglah kembali”, titah Nabi. Maka kuucapkan bai’at itu kembali”.
“Aku mengatakan bai’at kepada Rasululloh saw. di bawah pohon, dengan pernyataan menyerahkan jiwa ragaku untuk Islam, lalu aku mundur dari tempat itu. Tatkala mereka tidak berapa banyak lagi, Rasululloh saw. bertanya:
“Hai Salamah, kenapa kamu tidak ikut bai’at?”
”Aku telah bai’at, wahai Rasululloh saw.”, ujarku.
“Ulanglah kembali”, titah Nabi. Maka kuucapkan bai’at itu kembali”.
Dan
Salamah telah memenuhi isi bai’at itu sebaik-baiknya, bahkan sebelum diikrarkan
nya, yakni semenjak ia mengucapkan dua kalimat syahadat, itu berarti dia telah dinai’at.
Kata
Salamah:
“Aku berperang bersama Rasuluuloh sebanyak tujuh kali dan bersama Zaid bin Harits sebanyak sembilan kali”.
“Aku berperang bersama Rasuluuloh sebanyak tujuh kali dan bersama Zaid bin Harits sebanyak sembilan kali”.
Dengan
siasat seperti ini ia mampu seorang diri mengahalau tentara yang menyerang luar
kota Madinah di bawah pimpinan Uyainah bin Hishan al-Fizari dalam suatu peperangan
yang disebut perang Dzi Qarad. Ia pergi membuntuti mereka seorang diri, lalu
memerangi dan menghalau mereka dari Madinah, hingga akhirnya datanglah Nabi
membawa bala bantuan yang terdiri dari shahabat-shahabatnya.
Pada
hari itulah Rasululloh saw. menyatakan kepada para shahabatnya:
“Tokoh pasukan jalan kaki yang terbaik adalah Salamah bin al-Akwa’…”.
“Tokoh pasukan jalan kaki yang terbaik adalah Salamah bin al-Akwa’…”.
Tidak
pernah Salamah berhati kesal dan merasa kecewa, kecuali ketika tewas saudaranya
yang bernama ‘Amir bin al-Akwa’ di perang Khaibar.
Ketika
itu ‘Amir mengucapkan pantun dengan suara keras dihadapan tentara Islam,
katanya:
“Kalau tidak karena-Mu tidaklah kami kan dapat hidayat
Tidak akan sholat dan tidak akan pula berzakat
maka turunkanlah ketetapan kedalam hati kami
dan dalam berperang nanti, teguhkanlah kaki-kaki kami”.
“Kalau tidak karena-Mu tidaklah kami kan dapat hidayat
Tidak akan sholat dan tidak akan pula berzakat
maka turunkanlah ketetapan kedalam hati kami
dan dalam berperang nanti, teguhkanlah kaki-kaki kami”.
Dalam
peperangan itu’Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik, tetapi
rupanya pedang yang digenggamnya hulunya itu melantur dan terbalik hingga
menghujam pada uban-ubannya yang menyebabkan kematiannya.
Beberapa
orang Islam berkata:
“Kasihan ‘Amir, ia terhalang mendapatkan mati syahid”.
“Kasihan ‘Amir, ia terhalang mendapatkan mati syahid”.
Maka
pada waktu itu, dan hanya sekali itulah Salamah merasa kecewa sekali. Ia
menyangka sebagai sangkaan shahabat-shahabatnya bahwa saudaranya ‘Amir itu
tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid disebabkan ia telah
bunuh diri tanpa sengaja.
Tetapi
Rasululloh saw. yang pengasih itu, segera mendudukkan perkara pada tempat yang
sebenarnya, yaitu ketika Salamah datang kepadanya bertanya:
“Wahai Rasululloh saw., betulkah pahala ‘Amir itu gugur?”.
“Wahai Rasululloh saw., betulkah pahala ‘Amir itu gugur?”.
Maka
Rasululloh saw. menjawab:
“Ia gugur bagai pejuang
bahkan mendapat dua macam pahal
dan sekarang ia sedang berenang
di sungai-sungai surga”.
“Ia gugur bagai pejuang
bahkan mendapat dua macam pahal
dan sekarang ia sedang berenang
di sungai-sungai surga”.
Kedermawaan
Salamah telah cukup terkenal, tetapi ada hal yang luar biasa, hingga ia akan
mengabulkan permintaan itu atas nama Alloh.
Hal ini rupanya diketahui
orang-orang itu. Maka jika seseorang ingin tyuntutannya berhasil, ia akan
mengatakan keapadanya:
“Kuminta padamu atas nama Alloh, mengenai ini, Salamah pernah berkata: “Jika bukan atas nama Alloh, atas nama siapa lagi kita akan diberi?”.
“Kuminta padamu atas nama Alloh, mengenai ini, Salamah pernah berkata: “Jika bukan atas nama Alloh, atas nama siapa lagi kita akan diberi?”.
Sewaktu
Ustman r.a. dibunuh orang, pejuang yang perkasa ini merasa bahea fitnah telah
menyulyti Kaum Muslimin, ia seorang yang telah menghabiskan usianya selama ini
untuk berjuang bahu-membahu dengan sudara seagamanya, tak sudi berperang
menghadapi saudara seagama.
Seorang
tokoh yang telah mendapat pujian dari Rasululloh saw. tentang keahliannya dalam
memerangi orang-orang musyrik, tidaklah pada tempatnya ia menggunakan
keahliannya itu dalam memerangi atau membunuh orang-orang Mu’min. itulah
sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Madinah berangkat
menuju Rabdzah, yaitu kampung yang dipilih oleh Abu Dzar dulu sebagai tempat
berhijrah dan pemukiman baru,
Maka
di Rabdzah inilah Salamah melanjutkan sisa hidupnya, pada suatu hari tahun 74
H, hatinya merasa rindu berkunjung ke Madinah, maka berangkatlah ia untuk
memenuhi rindunya itu, Ia tinggal di Madinah satu atau dua hari dan pada hari
ketiga ia pun wafat. Demikianlah, rupanya tanahnya yang tercinta dan lembut
empuk itu memanggil putranya ini untuk m,erangkulnya ke dalam pelukannya dan
memberikan ruangan baginya di lingkungan shahabat-shahabatnya yang beroleh
berkah bersama para syuhada’ yang shaleh.
Ikhwan
dan Akhwat yang sangat saya cintai, dalam kisah shahabat Rasululloh ini kita
patut mencontoh keberanian seorang Salamah yang rela mati demi membela Agama
Islam dan menjadi seorang muslim yang selalu menjalankan semua perintah Alloh
SWT, dan menjauhi larangan-Nya.
Kita
juga bias mencontoh sifatnya yang pandai menjalankan sebuah siasat atau
strategi yang patut diacungi jempol, bahkan Rasululloh memuji keahliannya itu.
Mari
shahabat kita jadikan diri kita sebagai seorang yang berani membela kebenaran
dan tidak merasa malu untuk menjalankan syari’at Islam dimanapun dan kapanpun.
Janganlah kita biarkan diri kita ini terbelenggu menjadi seorang muslim yang
duniawi, cukuplah kita jadikan dunia ini sebagai lading untuk berlomba-lomba
dalam mencari kebaikan atau amal perbuatan yang di ridloi Alloh SWT. Dan
janganlah kita mudah tergoda dengan tipu daya syeitan yang selalu berusaha
mengajak manusia menuju kesesatan dan jalan yang dimurkai ALloh, karena
ingatlah bahwa syeitan benar-benar musuh yang nyata.
“Cabutlah
penyakit hati pada diri kita, dan Tanamlah kembali hati kita dengan ketaqwaan
kepada Alloh SWR”
_Semoga Bermanfaat_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar