_مِرَاةُالحَافِظَةُ_
_Abu Sufyan bin Harits_
(Habis Gelap Terbitlah Terang)
(Habis Gelap Terbitlah Terang)
Ia
adalah Abu Sufyan bin Harits, bukan Abi Sufyan bi Harb ayah Mu’awiyah. Kisahnya
merupakan kisah kebenaran setelah kesesatan, saying setelah benci dan bahagia
setelah celaka, yaitu kisah tentang rahmat Alloh yang pintu-pintu-Nya ter buka
lebar, demi seorang hamba menjatuhkan diri di haribaan Alloh, setelah
penderitaan yang berlarut-larut.
Coba
kalian bayangkan, selama kuarang lebih 20 tahun yang ia lalui dalam kesesatan
memusuhi dan memerangi Islam, yaitu semenjak dibangkitkan-Nya Nabi saw. sampai
dekat hari pembebasan Mekah yang terkenal itu, selama itu Abu Sufyan menjadi
tulang punggung Quraisy dan sekutu-sekutunya, mengubah syair-syair untuk
menjelekkan serta menjatuhkan Nabi, juga selalu mengambil bagian dalam
peperangan yang dilancarkanterhadap Islam.
Saudaranya
ada tiga orang, yaitu Naufal, Rabi’ah, dan Abdulloh, semuanya telah lebih dulu
masuk Islam. Dan Abu Sufyan ini adalah saudar sepupu Nabi, yaitu putra dari
pamannya Harits bin Abdul Mutthalib. Disamping hari disusukan oleh ibu susu
Nabi, Halimatus Sa’diyah.
Pada
suatu hari nasib mujurnya membawanya kepada peruntungan membahagiakan.
Dipanggilnya putranya Ja’far dan dikatakannya kepada keluarganya bahwa mereka
akan bepergian. Dan waktu ditanyakan kemana tujuannya, jawabnya adalah:
“Kepada Rasululloh, untuk menyerahkan diri bersama beliau kepada Alloh.”
“Kepada Rasululloh, untuk menyerahkan diri bersama beliau kepada Alloh.”
Abu
Sufyan pun menyamar dan menyembunyikan identitas dirinya dengan memegang tangan
putranya Ja’far, ia berjalan kaki beberapa jauhnya, hingga akhirnya tampaklah
olehnya Rasululloh bersama rombongan shahabat-Nya, maka ia menyingkir sampai
rombongan itu berhenti. Tiba-tiba sambil membuka tutup mukanya, Abu Sufyan
menjatuhkan dirinya di hadapan Rasululloh, beliau memalinkan muka daripadanya,
maka Abu Sufyan mendatangi dari arah lain, tetapi Rasululloh masih
menghindarkan diri darinya.
Dengan
serempak Abu Sufyan bersama putranya berseru:
“Ashadu alla ilahi illalloh. Wa-asyhadu anna Muhammadar Rasululloh.” Lalu ia menghadapi Nabi saw. seraya katanya: “Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Rasululloh.”
“Ashadu alla ilahi illalloh. Wa-asyhadu anna Muhammadar Rasululloh.” Lalu ia menghadapi Nabi saw. seraya katanya: “Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Rasululloh.”
Rasululloh
menjawab:
“Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan” kemudian Nabi menyerahkannya kepada Ali bin Abi Thalib, katanya:
“Ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudlu dan sunnah, kemudian bawa lagi kesini”.
“Tiada dendam dan tiada penyesalan, wahai Abu Sufyan” kemudian Nabi menyerahkannya kepada Ali bin Abi Thalib, katanya:
“Ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudlu dan sunnah, kemudian bawa lagi kesini”.
Ali
membawanya pergi, dan kemudian kembali. Maka kata Rasululloh: “Uumkanlah kepada
orang-orang bahwa Rasululloh telah ridlo kepada Abu Sufyan, dan mereka pun
hendaklah ridlo pula”.
Demikian
hanya sekejap saat Rasululloh bersabda:
“Hendaklah kamu menggunakan masa yang penuh berkah”, maka tergulunglah masa-masa yang penuh kesesatan dan kesengsaraan, dan ter bukalah pintu rahmat yang tiada terbatas.
“Hendaklah kamu menggunakan masa yang penuh berkah”, maka tergulunglah masa-masa yang penuh kesesatan dan kesengsaraan, dan ter bukalah pintu rahmat yang tiada terbatas.
Abu
Sufyan sebetulnya hamper saja masuk Islam ketika melihat, sesuatu yang
mengherankan hatinya ketika perang Badar, yakni sewaktu ia berperang di pihak
Quraisy. Dalam peperangan itu, Abu Lahab tidak ikutr serta, dan mengirimkan
‘Ash bin Hisyam sebagai gantinya. Dengan hati yang cemas, ia menunggu-menunngu
berita pertempuran, yang mulai berdatangan menyampaikan kekalahan pahit bagi
pihak Quraisy.
Pada
suatu hari, ketika Abu Lahab sedang duduk dekat sumur Zamzam bersama beberapa
orang Quraisy, tiba-tiba kelihatan oleh mereka seorang yang berkuda datang
menghampiri. Setelah dekat, ternyata ia adalah Abu SUfyan bin Harits. Tanpa
bertangguh Abu Lahab memanggilnya, katanya:
“Mari kesini hai keponkanku, pasti kamu membawa berita. Nah, cerikanlah kepada kami bagaimana kabar disana” ujar Abu Sufyan bin Harits: “Demi Alloh, tiada berita kecuali bahwa kami menemui suatu kaum yang kepada mereka kami serahkan leher-leher kami, hingga mereka sembelih sesuka hati mereka dan mereka tawan kami semua mereka , dan Demi Alloh aku tak dapat menyalahkan orang-orang Quraisy, kami berharap dengan oranh-orang serba putih mengendarai kuda hitam belang putih, menyerbu dari antara langit dan bumi, tidak serupa dengan suatu pun dan tidak terhalang oleh suatu apapun.”
“Mari kesini hai keponkanku, pasti kamu membawa berita. Nah, cerikanlah kepada kami bagaimana kabar disana” ujar Abu Sufyan bin Harits: “Demi Alloh, tiada berita kecuali bahwa kami menemui suatu kaum yang kepada mereka kami serahkan leher-leher kami, hingga mereka sembelih sesuka hati mereka dan mereka tawan kami semua mereka , dan Demi Alloh aku tak dapat menyalahkan orang-orang Quraisy, kami berharap dengan oranh-orang serba putih mengendarai kuda hitam belang putih, menyerbu dari antara langit dan bumi, tidak serupa dengan suatu pun dan tidak terhalang oleh suatu apapun.”
(Yang dimaksud Abu sufyan dengan
mereka ini adalah para malaikat yang ikut mertempur di samping Kaum Muslimin)
Dalam
peperangan yang terjadi setelah pembebasan Mekah ia selalu ikut bersama
Rasululloh. Dan diwaktu perang Hunain orang-orang musyrik memasang perangkapnya
dan menyiapkan satu pasukan tersembunyi, dan dengan tidak diduga-duga menyerbu
Kaum Muslimin hingga barisan mereka porak-poranda.
Sebagian
tentara Islam cerai berai melarikan diri, tetapi Rasululloh tiada beranjak dari
kedudukannya, dan berseru:
“Hai manusia, saya ini Nabi dan tidak dusta, saya adalah putra Abdul Mutthalib”.
“Hai manusia, saya ini Nabi dan tidak dusta, saya adalah putra Abdul Mutthalib”.
Maka
pada saat-saat yang genting itu, masih ada beberapa gelintir shahabat yang
tidak kehilangan akal disebabkan serangan yang tiba-tiba itu. Dan diantara
mereka terdapat Abu Sufyan dan putranya Ja’far.
Waktu
Abu Sufyan sedang memgang kekang kuda Rasululloh, dan ketika dilihatnya apa
yang terjadi, yakinlah iabahwa kesempatan yang dinanti-nantinya selam ini,
yaitu berh=juang fi sabilillah sampai menemui syahid dan dihadapan Rasululloh
telah terbuka, maka sambil memgang tali kekang denagn tangan kirinya, ia
menebas batang leher musuh dengan tangan kanannya.
Pada
suasana sudah tenang, Rasululloh melihat berkeliling, kiranya didapatinya
seorang mu’min sedang memgang erat-erat tali kekangnya. Sungguh rupanya
semenjak berkecamuknya peprangan sampai selesai , orang itu tetap berada di
tempatitu dan tak pernah meninggalkannya.
Rasululloh
menatapnya lama-lama, lalu tanyanya:
“Siapa ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Harits” dan demi didengarnya Rasululloh mengatakan “saudarku”, hatinya bagaikan terbang karena bahagia. Maka diratapinya kedua kaki Rasululloh, diciumnya dan dicucinya denagn air matanya.
“Siapa ini? Oh, saudaraku Abu Sufyan bin Harits” dan demi didengarnya Rasululloh mengatakan “saudarku”, hatinya bagaikan terbang karena bahagia. Maka diratapinya kedua kaki Rasululloh, diciumnya dan dicucinya denagn air matanya.
Ketika
itu bangkitlah jiwa penyairnya, maka diubahkah pantun yang menyatakan
kegembiraan atas keberanian dan taufik yang telah dikaruniakan Alloh kepadanya:
“Warga Ka’ab dan ‘Amir sama mengetahui
Di pagi hari Hunain ketika barisan telah cerai berai
Bahwa aku adalah seorang kesatria berani mati
Manerjuni api peperangan tak pernah nyali
Semata mengharapkan keridlaan Ilahi
Yang Maha Asih dan kepada-NMya sekalian urusan akan kembali”.
“Warga Ka’ab dan ‘Amir sama mengetahui
Di pagi hari Hunain ketika barisan telah cerai berai
Bahwa aku adalah seorang kesatria berani mati
Manerjuni api peperangan tak pernah nyali
Semata mengharapkan keridlaan Ilahi
Yang Maha Asih dan kepada-NMya sekalian urusan akan kembali”.
Abu
Sufyan menghadapkan dirinya sepenuhnya kepada ibadah. Dan sepeninggal
Rasululloh saw. ruhnya mendambakan kematian agar dapat menemui RAsululloh di
kampunng akhirat. Demikianlah walaupun nafasnya masih turun naik, tetapi
kematian tetap menjadi tumpuan his=dupnya.
Pada
suatu hari tiga hari berlalu, tidak lebih, ia terbaring di rumahnya sementara
kelurganya berada di sekelilingnya dan sama menangis, dengan hati puas dan
tentram dibukanya matanya melihat mereka, lalu katanya:
“Janganlah aku ditangisi, karena semenjak masuk Islam tidak sedikit pun aku berlumur dosa”.
“Janganlah aku ditangisi, karena semenjak masuk Islam tidak sedikit pun aku berlumur dosa”.
Dan
sebelum kepalanya terkulai diatas dadanya, diangkatnya sedikit ke atas
seolah-seolah hendak menyampaikan seamat tinggal kepada dunia fana ini.
Ikhwan
dan Akhwat yang sangat saya cintai, cerita diatas sangatlah banyak hikmahnya.
Banyak hal yang dapat kita teladani dari seorang Abu Sufyan bin Harits, beliau
dulu adalah seorang penyair yang selalu menjelek-jelekkan Rasululloh dan
Kaum-Nya, tapi karena hidayah dari Alloh dan keinginannya yang kuat untuk
menjadi seorang yang beriman kepada Alloh, dia dapat menemukan masa yang terang
benderang bersama dengan Rasululloh dan menjadi pengikut beliau yang setia
bersama putranya Ja’far.
Shahabatku,
Ayo kita mulai dari sekarang untuk menjadi seorang muslim dan muslimah yang tule,dan
tidak hanya islam KTP saja, mari kita mulai menikmati setiap ibadah yang kita
lakukan karena Alloh SWT, selalu merasalah diawasi oleh Alloh saat kau hendak
melakukan suatu ibadah, dalam bentuk apapun asalkan tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam kita yang indah ini. Dan ingatlah jangan pernah merasa
terbebeni karena apa yang diperintahklan Alloh kepada kita, karena Alloh
memerintahkan kita untuk melakukan perintahnya itu pasti yang akan
mendapatkan kenikmatannya juga kita
sendiri, dan efeknya juga akan kembali kepada kita sendiri. Tetap semangat
jalani hidup ini, Karena HIDUP DIDUNIA INI HANYA SATU KALI, gunakan kesempatan
yang ada dengan sebaik-baiknya, karena kita tidak tahu kapan kita akan kembali
kepada-Nya, dan diman kita tinggal setelah kita dihisab diakhirat nanti. “semua
amal mu akan menentukan dimana kau pantas tinggal di akhirat nanti, tapi hati
kita itu juga labih penting, jadi tatalah hati mu agar kelak kau tidak menyesal(penyesalan
diakhir itu tidak akn ada artinya astau sia-sia saja)”.
_Semoga Bermanfaat_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar